Rabu, 02 Januari 2013

Edisi KATOLIK


MEMBANGUN MASYARAKAT PANCASILA


Written by : Bernadeta Shintawati

            Bagi umat Katolik, pengalaman dan perjuangan Pancasila merupakan medan penghayatan iman. Pertemuan Nasional Umat Katolik Indonesia (PNUKI) di Jakarta 12 juli 1984, pada no. 43 telah menyepakati :

Pancasila mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, yang juga dijunjung tinggi dala ajaran-ajaran Gereja. Karena itu, Gereja menerima Pancasila bukan karena pertimbangan-pertimbangan taktis, melainkan karena nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri. Kita ikut memperkaya pemahanan, penghayatan, dan pengamalan Pancasila itu dan dengan demikian ikut sungguh-sungguh membangun masyarakat Pancasila. Pengamalan di dalam kehidupan warga yang Katolik dapat dihayati sebagai suatu bentuk perwujudan iman Kristiani dalam konteks mayarakat Indonesia.

          Gereja Katolik yakin bahwa Pancasila yang telah teruji dan terbukti keampuhannya dala sejarah Republik kita ini, merupakan wadah kesatuan dan persatuan nasional. Maka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, umat Katolik menerima Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaa UUD 1945.
            Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, menyadarkan akan nilai-nilai percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; sikap hormat-menghormati dan kerja sama antar-pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda; sikap saling menghormati kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya.
            Sikap-sikap tersebut menuntut setiap warga negara Indonesia untuk mengupayakan terciptanya suasana kerukunan. Kerukunan ini dapat dibangun dengan sikap dewasa dalam iman, yakni mampu menghormati pandangan yang berbeda, juga dalam bidang agama, dan menghargai serta mencintai orangyang tidak sepaham.
            Paham Gereja tentang agama lain, Konsili Vatikan II, dalam dokumen tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen, artikel 2, menyatakan:

“Gereja Katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yangtulus Gereja merenungkan cara bertindak dan cara hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang.” (NA 2)

            Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, mencanangkan agar manusia diakui dna diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabat nya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatanya, yang sama hak san kewajiban-kewwajiban asasinya, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial warna kulit. Karena itu, dikembangkanlah sikap salingmencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan tepa selira, serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Bahkan, berdasakan kesamaa derjat sebagai manusia, bangsa Indonesia dianjurkan mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
            Umat Katolik diharapkan bertindak dengan kesadaran bahwa semua manusia “diciptakan menurut gambar dan rupa Allah,” (bdk. Kej. 1:26) dan bahwa manusia dicintai Bapa dan direncanakan supaya selamat berkat karya penebusan Yesus Kristus. Maka sebenarnya semua manusia di mana saja merupakan satu keluarga besar.
            Mengenai hubungan dengan bangsa-bangsa lain, Dokumen Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, artikel 83, dianjurkan : kerja sama persaudaraan antarbangsa dan antarnegara untuk meningkatkan kesejahteraan dan perdamaian seluruh umat manusia (bdk. GS 83)
          
            Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengamanatkan agar bangsa Indonesia menempatkan persatuna, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan. Dengan demikian, diharapkan manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban utnuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. Sehubungan dengan itu hendaknya dipupuk cinta kepada tanah air dan bangsa.
            Dokumen Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, artikel 75, merumuskan:

“Hendaknya para warga negara dengan kebesaran jiwa dan kesetiaan memupuk cinta tanah air, tetapi tanpa berpandangan picik, sehingga serentak tetap memperhatikan kesejahteraan segenap keluarga manusia, yang terhimpun melalui pelbagai ikatan antarsuku, antarbangsa, dan antarnegara.” (GS 75)

          Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menempatkan manusia Indonesia sebagai warga negara dalam kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Karena itu, tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksaan kepada pihak lain. Tiap keputusan hendaknya diambil dalam musyawarah antara semua pihak, dengan semangat kekeluargaan demi tercapainya mufakat dan demi kepentingan bersama. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, harus menjujugn harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
            Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, artikel 74, mengemukakan pedoman mengenai musyawarah dalam suasana kekeluargaan sebagai berikut:

Dalam pelaksanaannya dapat memakai pola yang bermacam-macam sesuai dengan sifat perangai bangsa-bangsa dan perjalanan sejarah bangsa yang bersangkutan. Akan tetapi, pola tersebut harus selalu mengabdi kepada pembinaan manusia yang berbudaya, cinta damai, dan baik hati terhadap siapa saja, demi keuntungan segenap keluarga manusia. (GS 74)

          Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menyadarkan kita akan hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan soisial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk maksud itu dituntut beberapa sikap, yakni sikap terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang  lain. Selain itu juga dituntut sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri sendiri; sikap yang menghindari tiap bentuk pemerasan, pemborosan, gaya hidup mewah serta sikap yang bertentangan dengan kepantingan umum; sikap suka bekerja keras, dan mengharagi kerya orang lain yang bermanfaat bagi kepentingan bersama.
            Sikap utama menolong adalah ungkapan cainta kasih yang merupakan hukum utama Kristiani. Demikian pula sikap menghormati hak-hak orang lain. Amanat Kristus dengan tegas mengutus kita untuk membawa kabar baik kepada kaum miskin.
            Umat Katolik perlau selalu mempertajam kesadaran akan kewajiban solidaritasnya dengan kaum miskin. Keadilan menuntut agar hasil pembangunan yang diperoleh dengan menggunakan kekayaan negara dan jerih payah rakyat itu dapat dinikmati secara semakin merata oleh rakyat banyak di Seluruh nusantara. Umat Katolik wajib membantu Pemerintah agar upaya pemerataa hasil-hasil pembangunan itu semakin hari semakin terwujud.


Source : Mengikuti Yesus Kristus 3-Komkat KAS


Jumat, 23 November 2012

CINTA MONYET

-=- Andre POV =-
            Namaku Andre anak kelas 12 di salah satu SMA yang keren. Sore itu aku sedang berbaring di atas tempat tidurku sambil memainkan ponselku. Bosan, itu yang aku rasakan. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim sms pada temanku untuk mengajaknya keluar.
            Woy, bosen nih.
Tapi smsnya ngggak terkirim. Gawat! Jangan-jangan udah abis.
            *388# call
            Pulsa utama Rp.463. Aktif 05/12/07
            “Yaelah, udah lewat masa aktif.”
            Aku memutuskan untuk nonton TV di ruang tengah. Saat aku sedang menonton, tiba-tiba terdengar suara Berta adikku sedang berbicara sendiri, lalu aku memutuskan untuk masuk ke kamarnya.
            “Eh lagi teleponan,”
            “Ssst, diem!”
            “........”
            “ya udah sampai ketemu besok yah, awas kalo ngga dateng,”
            “Teleponan sama siapa?”
            “Siapa aja boleh,”
BUK. Aku melempar bantal yang ada di sampingku ke arahnya.
“aaaw.., apaan sih? Sakit tau.”
“mau ketemuan sama siapa?”
“temen kok. Eh kak cewek cantik itu menurut kakak gimana?”
“uhmm, nggak norak. Aaah, mau ketemuan sama cowok nih.”
“emang, kak lu kapan dapet pacar?”
“kapan ya? Belom ada yang cantik sih jadi gue belom dapet deh.”
“ooh, heran deh kayak aku dong lewat telepon terus besok penentuan deh mau lanjut apa ga,”
“ehh, ternyata lewat telepon toh. Ati-ati lho”
“tapi bisa dicoba tuh kak. Hihihiii, dah sana keluar, noh TV nya sendirian.”
            Aku memikirkan kata-kata adikku sambil nonton TV. Ih, konyol banget deh masa cari pacar lewat telepon. Tiba-tiba Raka datang. Dia mengajakku keluar untuk membeli nomor ponsel baru sekalian nongkrong di cafe coklat yang baru.
             “Nomor ini ada yang belakangnya 77 nggak?”
            “Barusan diambil, Mas.”
            “Ambil yang ini aja. Berapa?”
            “Sepuluh ribu.”
            “Suka banget sih sama 77,” celetuk Raka
            “Tau kenapa tiba-tiba aja pingin,”
            “Berarti nomor lu ada yang nyamain dong?”
            “Emang kenapa?”
            “Siapa tau yang punya cewek, kan bisa buat gebetan,”
PLUK. Aku menimpuk lengan temanku.
            “Bikin malu aja lu,”
            “Eh mas, tadi yang beli tu nomer cewek apa cowok?” tanya Raka.
            “Bapak-bapak mas,”
            “Malu deeh,” kata ku
            “Siapa tau bapaknya, sini gue catet nomornya ntar gue yang cek,”
            Keesokan harinya, Raka mengabariku kalo yang punya nomer itu anak cewek, suaranya imut-imut banget katanya. Tapi sayangnya dia ngga ngomong saking terpesona sama suaranya yang nggemesin itu.
            Aku jadi penasaran sama cewek yang diomongin Raka, aku juga terngiang-ngiang dengan ucapan adikku. Akhirnya aku memutuskan untuk menelponnya malam itu.
            Tut....tut...tut...
            “Halo,”
            “Halo,”
            “Siapa nih?” balasnya. Beneran deh suaranya imut banget.
            “Lha ini siapa?”. Haduh ngga tau deh harus ngomong apa.
            “Kenapa malah balik nanya? Emang kamu dapet nomerku dari mana?”
            “Dari temen,”. Gila jujur banget aku ngomongnya.
            “Oh, terus kamu siapa?”
            “Andre, kamu siapa?”. Ih, aku mikir apa sih kenapa bisa jujur banget gini?
            “Oh aku Indri.” Haduh kayak lagi badmood nih orang.
            “Kamu orang mana?”
            “Aku orang Bandung, kamu?”
            “Oh berarti kita sama dong, masih sekolah?”
            “Masih,”
            “Dimana?”
            “SMP 13 Bandung kelas 8. Kamu?”
            “Oh, jauhan sama sekolahku. Aku di SMA 03 Bandung. Kelas 12”
Akhirnya aku ngobrol panjang banget sama Indri tapi dia banyak diem jadinya aku yang cerewet. Tapi boleh juga buat temen baru. Dan karena aku lebih tua, jadi dia memanggilku dengan sebutan “Kakak” dan langsung aja aku manggil “Adek” untuknya. So sweet banget kan?
            Di sekolah aku cerita ke Raka tentang Indri, dia menebak kalau aku suka sama dia. Aku jadi berpikir masa’ iya aku suka sama anak SMP sih? Kata Raka, aku harus hati-hati, anak SMP itu masih labil jadi jangan terlalu berharap sama Indri.
            Semenjak aku berkenalan dengan Indri aku sering cerita ke Luna soalnya dia sepupu aku yang satu sekolah sama Indri dan aku selalu tembakin banyak banget pertanyaan ke dia. Dia bilang kalo Indri itu anaknya asik, dan pinter apa aja, dan kayaknya dia belum punya pacar. Anehnya aku berasa senang mendengarnya belum punya pacar.
            Suatu siang aku iseng-iseng ngobrol sama Indri di telepon.
            “Dek, kakak cariin cewek dong,”
            “Kakak nggak salah minta tolong ke aku? Ada sih ntar aku kirim nomer
            ponselnya ke kakak,”
            “Lha kamu udah dapet lampu hijau belom?”
            “Aku belum boleh pacaran kak,”

-= Indri POV =-
            Hai, namaku Indri. Aku masih duduk di bangku SMP kelas 8 di salah satu SMP yang lumayan keren. Aku sudah berkenalan kurang lebih 2 minggu dengan seseorang yang bernama Andre. Sebenarnya sih aku seneng banget dapet teman baru, wajar aja kan anak SMP kaya aku paling suka sama hal-hal baru.
            Suatu siang aku dapet panggilan telepon, ternyata dari Kak Andre. Tumben banget siang-siang nelpon. Untung aja kelas lagi sepi.
            “Halo, tumben kak nelepon siang-siang”
Kita langsung hanyut dalam pembicaraan kita yang tergolong nggak penting, tapi aku nyaman aja sih, tapi di penghujung obrolan aku jadi bad mood.
            “Dek, kakak cariin cewek dong,”
            “Kakak nggak salah minta tolong ke aku? Ada sih ntar aku kirim nomer
            ponselnya ke kakak,” kataku. Tapi kok aku merasa nggak terima?
            “Lha kamu udah dapet lampu hijau belom?”
            “Aku belum boleh pacaran kak,” kataku dengan jujur.
Selesai ngobrol aku menghubungi kakak kelasku, namanya mbak Eri. Dia sih mau aja kenalan sama kak Andre ya udah langsung ku kirim nomernya mbak Eri ke Kak Andre.
            Semenjak kejadian itu, kak Andre semakin jarang menghubungiku. Tapi itu hanya berlangsung beberapa hari. Setiap ku sms mengenai hubungannya dengan mbak Eri, dia seperti menghindarinya. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya pada Luna teman kelasku.
            “Luna, kamu kenal kan sama Andre?”
            “Iya sih, emang kenapa?”
         “Waktu itu kan dia memintaku untuk mencarikan cewek, ya udah ku kasih. Tapi setiap kutanya bagaimana hubungannya dengan temanku, dia selalu menghindar. Heran deh, maunya apa sih?”
            “Oh, dia juga cerita ke aku. Dia itu maunya sama kamu bukan sama Eri.”
JEDERR... aku kaget waktu mendengar pernyataan Luna. Jadi Kak Andre suka sama aku? Haduh semoga aja aku nggak salah tingkah habis ini.
            Semenjak pernyataan Luna, aku nggak pernah membahas mbak Eri sama Kak Andre, aku takut kalau aku jadi nggak berteman lagi sama Kak Andre, lebih tepatnya sih takut kehilangan Kak Andre.
            Kak Andre sering banget telepon pagi-pagi malah hampir tiap pagi dia yang nelpon duluan. Kalau ponselku udah bunyi, aku langsung minum air putih biar suaranya jernih, baru deh ku angkat teleponnya. Pagi itu pun saat aku masih berada di alam bawah sadar, Kak Andre udah nelepon, langsung aja aku bangun, minum air putih terus nerima telepon.
            “Haloo,”
            “Udah bangun dek,”
            “Udah lah,” Bohong. Padahal aku masih ngantuk banget dan kepingin tidur lagi.
            “Mimpi apa semalem? Mimpiin aku ngga?”
            “PD banget banget sih kak,”
            “Oh iya, kakak mau ngomong tapi kamu jangan marah ya,”
            “ Hmm, tinggal bilang aja kok.”
Sumpah deh aku bener-bener pingin tidur lagi. Ini sih belum ada jam 5, biasanya kak Andre nelpon jam 5an. Tapi tiba-tiba aku langsung syok tingkat dewa. Aku salah tingkah banget di kamar, tapi beruntung aku masih bisa acting di pembicaraan telepon.
            “Kita kan udah kenal cukup lama, dan aku rasa kamu orang yang cukup    dewasa,”
Haduh aku udah langsung nebak arah pembicaraannya, ngga tau deh muka aku udah merah apa belum yang pasti aku udah salah tingkah waktu itu.
            “Kakak pingin kamu selalu ada buat kakak.”
            “Lho kan emang gitu, aku selalu nerima telepon kakak, selalu balas sms kakak, iya kan?”
            “Iya sih, tapi kakak mau yang lebih dari temen,”
JEDERR... tuh kan beneran, aku harus nyiapin jawaban nih. Apa ya? Aduh bingung banget.
            “Kak, sebenernya mau ngomong apa sih? Aku jadi bingung.”
            “Kakak mau kamu jadi pacar kakak,”
Berasa terbang sampai ke langit ke tujuh. Aku harus ngomong apa? Aku harus jawab apa? Seseorang tolongin aku, aku bingung harus jawab apa.
            “Uhmm, iya deh aku mau,”  ucapku reflek.
What? Jadi aku nerima? Tapi rasanya lega, jangan-jangan aku suka sama Kak Andre. Ya udah deh aku jalanin dulu, kalau nggak cocok ya berhenti.
            “Beneran? Makasih sayang,”
Hah? Sayang? Ngga salah denger? Ya ampun jadi aku punya pacar? Ngga bisa dipercaya.
            “Iya, Kakak,”
            “Kok manggilnya kakak sih? Malu ya mau manggil sayang?”
            “Ih apa sih? Udah ah aku mau mandi, Bye.” Aku langsung menutup telepon saking malunya.

-=Flash back=- 
-= Andre POV =-
            Semalaman aku nggak bisa tidur. Jujur aja aku sudah jatuh hati pada Indri, aku tadi siang ketahuan sama Luna kalau lagi melamun. Dia nyaranin aku supaya aku jadian aja sama Indri. Aku itu orangnya takut di tolak, akhirnya aku memutuskan untuk nyatain perasaanku lewat telepon.
-= Flash back end =-

            Di sekolah,
            “Kayaknya lagi seneng banget? Habis ngapain lu?”
            “Aku udah jadian sama Indri.”
            “Ha? Kapan? Terus dimana?”
            “Tadi pagi.”
            “Lo ketemu Indri pagi-pagi? Waah salut gue sama lu.”
            “Enggak. Tadi pagi lewat telepon. Habisnya gue kan takut ditolak,”
            “What? Terus langsung diterima? Gila tuh Indri. Menurut gue nih, si Indri yang sering lo ceritain anaknya udah dewasa, menurut gue tetep aja kayak kecil.”
            “Ko gitu?
            “Ya iyalah, dia itu masih pingin seneng-seneng. Dia emang suka sama lo. Dia langsung nerima lo tanpa pertimbangan. Kalau pacar gue dulu lewat telepon nggak mau, dia maunya langsung ketemu sama gue, dia nganggep gue pengecut karena gue ngga berani buat nunjukin muka. Paham?”
            “Iya sih. Tapi biarin aja yang penting gue udah jadian sama Indri.”
           “Yah, ini lagi sama aja. Tebakkan yah, dia bakalan biasa aja walaupun nggak ketemu lo sampe berbulan-bulan.”
            “Kita liat aja,”
            Sore itu aku ngeliat Berta di ruang TV keliatannya sih lagi murung gitu, biasanya juga rajin teleponan jangan-jangan ada sesuatu. Saat ku tanya, ternyata dia lagi kecewa sama temen cowoknya di telepon. Jadi ceritanya dia tuh udah ketemu sama temen teleponnya itu orangnya sih biasa aja ngga cakep-cakep amat tapi ngga jelek juga. Mereka juga ngobrol sebentar aja soalnya adekku itu ngerasa canggung banget obrolannya, beda waktu di telepon jadi dia memutuskan buat pulang duluan alasannya ada acara mendadak. Kasian juga tuh si Berta.

-= Indri POV =-
            Sudah 2 bulan aku menjalin hubungan dengan Kak Andre. Aku ngerasa beda saat aku belum jadi pacar kak Andre dengan setelah aku jadi pacar kak Andre. Dulu dia sering nyeritain temen-temennya, adiknya, bahkan masalahnya sekalipun. Tapi sekarang? ngga tau deh pokoknya beda aja, kayaknya dia ngga ingin nyeritakan masalahnya ke aku padahal aku tuh pingin tau mulai dari kegiatannya dia ngapain aja sampai siapa aja yang deket sama dia. Kenapa? Aku kayak anak kecil banget ya? Bukan gitu selama ini kalau aku ajak Kak Andre buat ketemuan dia pasti selalu ngelak. Aku maunya kita itu bisa sekali aja ngobrol bareng secara langsung ngga pakai perantara telepon. Orang tuaku tidak mengetahui kalau aku sudah punya pacar, mereka hanya tau kalau aku sering teleponan dengan seseorang. Aku merasa kalau dia itu bukan pacar aku tapi cuma temen ngobrol buat aku. Kak Andre juga ngga mau aku ajak smsan, maksud ku biar dalam kondisi apapun kita bisa tau keadaan satu sama lain. Aku jadi berpikir sebenarnya yang kayak anak kecil itu aku apa dia? Kak Andre nggak pernah menjelaskan kenapa dia selalu rajin telepon aku pagi-pagi, kenapa sekarang dia nggak pernah bales sms aku, kenapa dia nggak pernah ngajak aku ketemu dan kenapa dia selalu mengelak setiap aku ajak dia ketemu. Apa kak Andre punya rahasia kebohongan sama aku?

-=Writer POV=-
            Andre dan Indri sepasang kekasih yang ternyata sama-sama sedang galau mengenai hubungan mereka. Andre yang ternyata takut untuk bertemu dengan Indri kalau-kalau setelah bertemu nantinya mereka akan memutuskan komunikasi mereka seperti yang telah di alami Berta, adiknya. Disisi lain, Indri merasa tidak nyaman dalam hubungannya. Dia beranggapan bahwa Andre tidak mau terbuka padanya.
            Akhirnya, dia bercerita mengenai masalahnya pada Luna. Dia meminta pendapat Luna apakah hubungannya dengan Andre harus diakhiri atau tetap dilanjutkan. Luna tidak bisa berkata apapun karena sebenarnya dia mengetahui sesuatu yang sangat rahasia untuk diungkapkan pada Indri.

-= Flash back =-
            “Halo Luna, aku mau ngomong sama kamu tentang rahasia aku, tapi kamu harus janji jangan bilang ke Indri,”
            “Okay, tapi rahasia apa?”
            “Aku bohong tentang tempat tinggalku yang sebenarnya, aku bilang kalau aku tinggal di Bandung, padahal sebenernya aku di Jakarta.”
            “Ya ampun itu kan beneran. Orang tua mas Andre memang ada di Bandung.”
            “Tapi Indri ngga tau soal ini, dan lagi aku juga bohong tentang sekolah aku di SMA 3 Bandung,”
            “What? Maksud mas apa bohongin Indri? Kalau dia tau bisa gawat. Dia paling benci yang namanya kebohongan.”
            “Ya biar deket aja jaraknya sama dia, kalau ada hari yang tepat aku akan jujur sama dia”
-= Flash back end =-

            Malam itu tiba-tiba ponsel Indri berdering, ternyata dari Andre dia langsung menerima telepon itu. Dalam pikirannya dia nanti ingin meminta penjelasan pada Andri. Dalam pembicaraannya, Andri malah yang bertanya hal yang menggoyahkan niat Indri.
            “Sayang, tiba-tiba aku merasa takut,”
            “Kenapa?”
            “Apa yang diomongin Luna itu bener?”
Ternyata Luna menceritakan masalah Indri pada Andre kalau dia hendak memutuskan hubungannya dengan Andre. Indri merasa kasihan pada Andre, nada bicaranya terdengar begitu sedih. Akhirnya Indri berkata bahwa itu tidak benar karena Indri masih ingin bersama Andre. Namun mereka memiliki pemikiran yang sama, ingin selalu bersama itu tidak harus terikat sebagai seorang kekasih bisa juga sebagai sahabat bahkan teman. Namun mereka memutuskan untuk diam dan melanjutkan obrolan yang lain.
            Indri akhirnya merenung, dia sangat yakin bahwa Andre memiliki sesuatu yang Indri tidak tau, Luna pun urung untuk angkat bicara pada Indri. Luna menyarankan pada Indri untuk menanyakan hal ini setelah kelulusan supaya tidak mengganggu konsentrasi Andre.
            Di sisi lain, Andre bercerita pada Raka tentang masalahnya bahwa ada kemungkinan kalau Indri akan memutuskan hubungan mereka. Luna berkata bahwa Indri merasa bahwa Andre tidak mau terbuka padanya sehingga dia berniat untuk memutuskannya. Andre memang telah bohong pada Indri, namun ia belum siap untuk berkata semuanya pada Indri. Raka menyarankan agar Andre segera berkata yang sebenarnya pada Indri mengenai segala sesuatu yang telah dia sembunyikan supaya tidak menjadi beban pikiran untuk Andre, apalagi 2 minggu lagi ada Ujian Nasional.
            Suatu siang Indri menelepon Andre untuk menemuinya di Shoping Centre lantai 3 untuk meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Mau tidak mau karena Andre sudah bilang dia ada di rumahnya dan untung saja dia sedang berada di Bandung, dia langsung berangkat ke Shoping Centre. Di sana Indri meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja dan meminta Andre untuk fokus pada Ujian Nasional yang akan dilaksanakan 2 minggu lagi, dan dia juga meminta untuk tidak terlalu sering menghubunginya karena Indri juga akan menempuh Ulangan Akhir Semester minggu depan.
            UN pun selesai. Andre sudah dinyatakan lulus dan dia sudah diterima di salah satu universitas. Di sisi lain, Indri sudah merenung selama apa yang akan dia bicarakan nanti pada Andre mengenai hubungan mereka. Malam itu Indri memutuskan untuk menghubunginya lewat telepon.
            “Halo, Kak. Sudah diterima di univ?”
            “Udah kok, tumben nelepon malem-malem?”
Nada suaranya tampak ceria, Indri jadi ragu untuk berkata. Tapi ini demi kebaikannya dia harus mengatakannya
            “Aku mau ngomong sama Kakak,”
            “Haduh, kakak lagi di luar kota, jadi ngga bisa ngomong langsung, emangnya kenapa, Say?”
            “Sebenernya aku merasa kalau aku tuh bukan pacar kakak, aku merasa kalau aku cuma temen ngobrol kakak. Aku tau kakak nyembunyiin sesuatu dari aku,”
            “M-mak-sudd kamu?”
Tuh kan bener, Andre jadi grogi berarti dia memang menyembunyikan sesuatu dari Indri.
            “Kak, aku merasa kalau Kak Andre yang jadi pacar aku sama Kak Andre yang masih jadi “kakak” buat aku itu beda, dan aku ngga suka sama perubahan itu. Kakak semakin tertutup sama aku,”
            “Sayang, kamu itu ngomongon apa sih?”
            “Aku lebih nyaman kalau Kak Andre jadi “kakak” buat aku, bukan jadi kekasih aku. Karena apa? Aku nggak suka di bohongin,” DEG. Sumpah demi apa seseorang tolongin Andre. Jantung Andre seolah-olah berhenti. Dia merasa habis terbang ke langit tertinggi langsung di jatuh dengan kecepatan tinggi. Dia merasa sakit banget plus dia juga merasa bersalah sama Indri karena dia memang sudah membohonginya mulai dari hal-hal yang paling dasar.
            “Kamu mau mengakhiri hubungan kita?”
            “Aku nggak mau itu, aku cuma mau kakak kembali jadi Kak Andre yang dulu,”
Okay, ucapan Indri sedikit membuat bingung Andre. Namun dia cepat memahami kalau Indri memang tidak mau kehilangannya, dia ingin tetap berkomunikasi baik dengan Andre.
            “Fine, kita tetep bisa komunikasi kan?”
            “Ya iyalah, Kak.”
            Akhirnya Andre mengakui semuanya. Dia juga bercerita tentang tempat tinggalnya,  sekolahnya dan maksud dibalik semua itu. Dia juga bercerita bahwa dia selalu menyimpan setiap pesan yang Indri kirimkan padanya dan mengapa dia selalu menghubunginya tiap pagi dan jarang membalas sms Indri. Indri juga akhirnya mengetahui dari cerita Andre bahwa ada seseorang yang diam-diam menyukai Andre dan bisa diakui bahwa mereka sudah semakin akrab walaupun mungkin Andre tidak menyadarinya. Indri akhirnya menyadari bahwa lebih baik begini walaupun dia sedikit menyesal setelah mendapat penjelasan Andre.
-=-=-=-=-
            Bulan berganti bulan dan tahun pun berganti, Indri masih berhubungan baik dengan Andre. Bedanya mereka berhubungan lewat sms. Jarang sekali lewat telepon. Indri juga mengucapkan selamat ulang tahun pada Andre di hari ulang tahunnya. Sebenarnya Indri masih suka dengan Andre namun dia memutuskan hubungannya karena Andre sudah membohonginya mulai dari hal yang paling dasar, dan Indri tidak menyukai hal itu. Sampai Indri lulus SMP pun mereka masih berhubungan namun semakin jarang sampai akhirnya Indri tidak bisa menghubungi Andre lagi. Saat itu Indri kembali kecewa pada Andre, karena Andre pernah berkata padanya bahwa mereka masih dapat berkomunikasi tapi ternyata malah Andre yang tidak bisa dihubungi lagi. Sampai sekarang pun sebenarnya Indri masih berharap bahwa ia dapat bertemu dan berkomunikasi baik dengan Andre.
            Andre sendiri memutuskan move on dari Indri. Namun dia akan tetap menjaga komunikasinya dengan Indri. Sampai suatu hari ada suatu hal yang membuat komunikasinya dengan Indri menjadi terputus. Dan Indri tidak mengetahuinya.

Sabtu, 24 September 2011

AWAL KEMANDIRIAN


ACARA WISUDA
                “Yess,” sorakku dalam hati saat aku tau ternyata aku diterima di sekolah idamanku. Saat itu aku sedang dalam acara wisuda ku. Aku langsung menengok ke belakang untuk mencari ayahku, namun aku tidak menemukannya, bersamaan dengan itu handphone ku bergetar. Ibu calling.
                “Halo, Ma’am. Kenapa?”
                “Kamu sekarang bilang ke ayah suruh ambil pengumuman ke SMA, kalau enggak nanti dibatalin kamu nggak jadi sekolah disana,”
                “Iya-iya,” jawabku. Sadis banget sih itu sekolah. Huh.
                Akhirnya mama ku menutup telepon, aku langsung mencari lagi ayahku tapi aku nggak menemukannya. “Haduh ayah kemana sih?” tanya ku dalam hati. Aku telepon nggak diangkat, aku jadi was-was.
                Beberapa menit kemudian, ayahku telepon katanya udah di SMA udah ngambil pengumumannya. “Huh...,” leganya.
                Acara wisudaku pun berjalan dengan lancar, tapi aku sedih kalau melihat teman-temanku karena aku harus berpisah dengan mereka untuk meraih cita-citaku.

KOS BARU
                Karena sekolahku yang baru jauh dari rumah sekitar 41 km, jadi aku ambil kos aja biar nggak capek harus bolak-balik.
                Sepulang dari pertemuan di SMA, aku ngajak Rossalie buat nunjukin tempat kos yang mau kita tempatin.
                “Ross, masih jauh nggak tempatnya?”
                Ditikungan depan, kita belok terus belok lagi di gang satu. Nyampe deh,”  kata Rossalie
                “Huh, panas banget sih ni kota? Nggak nyangka bisa sepanas ini,” keluhku
                “Iya nih, tapi katanya mau liat? Masa udah separuh jalan mau balik lagi sih?” kata Rossalie
                “Ya enggak lah, udah deket tuh tikungannya, tapi coba aja deh kalau kita udah biasa jalan gini pasti nggak akan ngerasa panas atau capek lagi,” kataku
                Huh, akhirnya sampe juga, tapi aku cuma liat rumah itu dari jauh aja, nanti kalo ibu kosnya liat bisa-bisa disuruh mampir, tambah lama pulangnya nanti.
                Setelah lihat rumah itu akhirnya aku sama Rossalie pulang lagi ke terminal. Tapi sebelum itu aku ngajak Rossallie buat beli es dulu.
                “Huh, seger banget nih. Gila, panasnya gak karuan. Bisa-bisa kulitku gosong,” keluhku lagi.
                “Hahahaa, udalah. Yuk kita  pulang,” ajak Rossalie.
                Akhirnya, aku sama Rossalie naik bisa pulang. Ya ampun ternyata suasana di bis lebih buruk daripada suasana di luar tadi. Sumpek banget. Banyak pedagang, lambat banget jalannya, asap rokok dimana-mana, aduh buruk banget deh kondisinya. Untung aja kondisiku lagi fit.

                Siang itu, aku sama Rossalie berangkat ke tempat kos kita. Kita berdua berangkat bareng dianter sama ortu, dan kita punya rencana untuk satu kamar nanti. Di jalan, aku sama sekali nggak ada beban dan aku udah yakin kalau aku bisa jadi anak mandiri disana, lagian seminggu lagi aku juga bisa pulang. “Huaaah, ngantuk banget nih” keluhku. Akhirnya aku terlelap dijalan sampai di tempat kos ku.
                Sesampainya di rumah kos, kita disambut baik sama pemiliknya, terus kita dianter ke kamar.
Waktu di kamar, aku sama Rossalie saling bengong
               
                “La, sama sekali diluar bayanganku,” kata Rossalie.
                “Aku juga gak ngira kalo ternyata bentuknya kaya gini,” tambahku.
                Kita berdua bengong bukan karena terpesona, tapi kita nggak nyangka aja kalo ternyata kamar kita nggak sebagus atau senyaman yang kita bayangin. Ukurannya sempit kira-kira kurang dari separuh ruang tamu rumahku, ditambah lagi disitu ada rak buku, lemari baju, tong sampah, sama keranjang baju kotor. Kalo aku perkirakan sih ukurannya 2 X 3 m. Ventilasinya hampir nggak kelihatan. Tapi kamarnya pake 2 lampu, ada kipas anginnya, ranjangnya dibuat susun kayak laci.
                Yang ada dibayangan ku sebelum kesini, kamarnya tuh luas, ya minimal 4 X 5 m lah buat anak kos, terus ventilasinya kelihatan. Kalo gitu kan lebih nyaman, eh ternyata lebih buruk. Tapi nggak apa-apa deh, nanti juga aku akan betah.
                “Li, coba deh kamu fikir. Kamar kita tuh strategis banget tau,” kataku.
                “Ha? Maksudnya?” tanya Rossalie.
                “Kamu perhatiin deh, diantara 3 kamar lainnya, kita yang paling strategis. Buka pintu kamar langsung ketemu meja makan, jalan lurus dikit udah ketemu kamar mandi, terus kalo jalan ke kiri dikit dari kamar udah ketemu dapur. Cuma ya sempit aja kamar kita,” kataku
                Setelah kita bengong, kita langsung naruh barang-barang kita biar cepet selesai dan kita bisa free. Terus kita langsung ke ruang depan buat nganter ibu kita pulang.
                “Huh,  sepi banget yah,” keluhku
                “Iya, bosen deh. Ngapain dong kita?” tanya Rossalie
                “Au ah, gelap. Besok udah masuk sekolah nih,” kataku karena nggak ada mood buat ngomong
                “He’em. Katanya Angela mau dateng nanti malem,” kata Rossalie
                “Oh,” singkatku               
                Akhirnya aku memutuskan buat  liat-liat rumah. Banyak yang udah aku liat dirumah itu. Dan aku udah ngerti banyak  peraturan di sana. Tapi tiba-tiba aku kaget banget waktu ada yang nepuk pundak aku.
                “Ngapain  sih kamu jalan-jalan sendiri di sini? Emang nggak ngeri apa?” kata Rossalie.
                “Eh, kamu tuh ngagetin aku tau nggak sih? Aku tuh lagi konsentrasi tau,” kataku.
                “Emang kamu lagi nyari apa, Bella?” tanya Rossalie
                “Aku nggak nyari apa-apa kok, cuma lagi lihat-lihat aja,” kataku

TOLONG YA DEK,,
                “Dek, kita punya jadwal cuci piringsetiap habis makan siang sama makan malam. Biasanya kalau anak baru dia duluan yang cuci piring, kalian kan bertiga jadi malem ini dari kalian bertiga siapa yang mau cuci piring dulu?” kata mbak Ema kakak kelas kita yang udah kos duluan.
                Udah aku duga pasti kejadiannya bakal kayak gini mirip kayak yang di novel. Biasanya anak kos baru di Ospek dulu sama seniornya.
                “Oh, gimana kalo dari yang paling kecil dulu?” kataku.
                “Maksud loe gue?” sergah Angela
                “Emang kenapa? Kan nanti gantian, Njel,” kataku sambil meledek.
                “Ah, jangan dong. Aku buru-buru mau bikin tugas MOS dulu dari kakak kelas tadi, gue nanti malem aja deh,” kata Angel.
                “Bikinnya nanti aja lagi bareng sama kita, lagian tugasnya paling suruh bikin papan nama,” sergah Rossalie.
                “Tapi jujur ya aku nggak mood banget bikin kaya gituan, males banget. Mana aku belum ada pandangan buat bikinnya kayak apa,” kataku.
                “Nah, gimana kalau Rossalie aja,” kata Angela
                “Ha, aku? Tapi aku ada janji sama temen sekarang nanti kalo telat nggak enak kan,” kata Rossalie.
                Okay, jadi kesimpulannya secara tidak langsung gue yang dapet jatah siang ini, tapi nggak apa-apa daripada nanti malem males banget.
                Habis cuci piring, aku kekamar, terus inget sama mamah. Aku jadi kangen sama mamah, pikiranku jadi kacau nggak bisa berpikir jernih pengennya pulang terus ketemu sama mamah. Nggak lama lagi kan hari sabtu aku mau pulang aja ah. Tapi aku belum bisa tenang, akhirnya aku ndengerin musik buat ngalihin perhatian ku biar aku nggak sedih terus. Dan akhirnya aku bisa tenang dan bisa ngerjain tugas dengan tenang.
                Malamnya, habis makan malam ternyata ini gilirannya angela yang cuci piring, nggak nyangka kalau semua lauk dan langsung bakalan abis juga. Ada mangkuk sayur gede banget, layah (tempat sambal), 7 piring, mana tadi lauknya pake ikan. Huh bisa dibayangin deh.
                “Wow, serius nih aku yang cuci piring?” kata Angela.
                “Ya iyalah. Salah sendiri waktu itu aku suruh cuci piring mumpung sedikit kamunya nolak. Coba aja kalau kamu mau pasti ini giliran aku yang nyuci,” kataku.
                Temen-temen yang lain cuma bisa senyum-senyum sendiri.

KANGEN...
                Paginya, aku dapat telepon, ternyata dari mamaku. Aku langsung kangen banget, tapi apa aku bisa ngomong sama mama? Aku takut barangkali nanti aku bisa ngomong sama mama, soalnya aku kangen banget pengen pulang. Aku tenangin dulu hatiku dan coba buat bisa ngomong tanpa ragu, soalnya aku bener-bener pengen nangis saat itu, cuma kalau aku nangis aku nggak akan bisa ngomong. Akhirnya aku angkat telepon dari mama.
                “Halo,”
                “Hallo sayang udah bangun?”
                “Udah kok, ini baru mau mandi,” kataku sambil nahan pengen nangis
                “Kamu kenapa kok suaranya gitu?”
                “Ekhm, nggak apa-apa kok, cuma pilek,” kataku padahal saat itu aku ngeluarin air mata.
                “Oh ya udah, beli obat ya. Tuhan memberkati,” kata mama
                “Iya, Amin,” kata ku.
                Telepon diputus terus di kamar aku menyeka air mataku tapi aku belum bisa berhenti nangis karena aku kangen banget sama mama. Habis itu karena kamar mandi kosong aku langsung masuk situ sambil nenangin pikiran biar aku nggak larut dalam rasa kangenku sama mama dan rumah.
                Habis itu kita makan pagi, sebelum semuanya selesai, aku udah selesai duluan dan habis itu langsung masuk kamar karena tiba-tiba aku kangen  lagi sama mamaku. Mereka nggak tau yang sebenarnya, mereka saling pandang ada apa denganku. Kenudian setelah semuanya selesai. Rasanya sakit banget kalau nahan tangis, sampai Rossalie tanya kenapa sama aku, aku cuma bisa bilang singkat kalau aku nggak apa-apa sambil geleng-geleng kepala.
                Huh, padahal aku yang paling tua dari Rossalie dan Angela tapi aku yang paling kayak anak kecil. Cuma tugas kecil aja aku selalu mbesar-besarin kalau aku akan kesulitan ngerjainnya, karena hatiku lagi nggak baik dan nggak tenang aja contohnya aja banyak tugas selama MOS berlangsung, padahal aku pikir aku akan gampang ngerjainnya.
                Siangnya pulang sekolah habis aku nyuci bajuku sendiri, mamah telepon aku lagi. “Ya ampun mah, tau nggak sih kalau mamah telepon tuh aku bawaanya pengen nangis terus kangen mamah” kataku dalam hati. Akhirnya telepon dari mamah aku tolak. Tapi lagi-lagi mama telepon lagi. Akhirnya aku langsung pergi ke tempat jemuran diatas biar nggak kedengeran barangkali aku nangis.
               
                “Halo Ma’m,”
                “Kenapa tadi nggak diangkat teleponya? Kenapa tho?” tanya mamaku.
                Huh, setiap aku denger suara mama pasti aku langsung nangis lagi soalnya aku bener-bener kangen sama mama.
                Aku terus menyeka air mataku, aku nggak bisa nahan lagi pengen nangis, akhirnya aku nggak bisa ngomong, aku cuma nangis saking kangennya sama mama dan pengen cepet pulang.
                “Hallo? Bella. Kamu kenapa nangis? Coba cerita sama mama yah,” desak mama.
                Aku tetep nggak bisa ngomong. Aku pengen ngomong kalo aku kangen sama mama tapi aku nggak bisa ngeluarin suaraku.
                “Aduh,Yah. Bellanya nangis nih nggak tau kenapa,” kata mamaku ke ayah.
                Habis itu teleponnya diputus. Terus aku denger kalau Rossalie kayaknya dapet telepon, tebakanku itu pasti dari mama. Beberapa saat kemudian aku turun dari lantai dua. Saat sampai kekamar, ternyata Ross baru selesai ngomong sama mama.
                “La, tadi mama kamu telepon aku, dia tanya kamu nangis kenapa. Terus aku jawab aja kalau aku nggak tau. Emangnya kamu kenapa sih?” tanya Rossalie.
                “Owh, aku kangen banget sama mama. Aku pengen cepet pulang. Aku belum siap kalau langsung kos, seenggaknya mungkin aku bisa tinggal seminggu dulu di saudara ku buat adaptasi,” kataku.
                “Uhm, gitu toh,” singkatnya.
                Malam berikutnya, gantian Rossalie yang nangis. Tapi dia nangisnya nggak separah aku yang keterusan. Katanya sih sama aja kangen sama mamanya pengen pulang.

ADUH, DIMANA SIH?
                “La, kamu lihat kerudung aku nggak?” tanya Rossalie
                “Owh, tadi aku lihat kayaknya di tempat biasa deh,” kataku
                “Ada sih tapi bukan punyaku. Jangan-jangan ke tuker punya Angela, aku tanya dulu deh,” kata Rossalie
                Huh, selalu saja banyak yang ketuker, untung aja aku udah punya pikiran buat ngasih nama kaos kaki, sama pakaian dalem, so nggak akan ketuker-tuker lagi.
                Paginya, giliran aku yang ribet, kaos kaki tunas kelapaku dimana sih, perasaan nggak aku bawa pulang deh.
                “Eh, ada yang lihat kaos kaki tunas kelapa ku nggak?” tanyaku pada mereka yang mendengarkanku.
                “Nggak tuh,” kata Angela.
                “Aku aja udah kehilangan 3 pasang kaos kaki dek,” kata Mba Anisa.
                “Wow, banyak juga tuh, paling juga keselip atau lupa naruh dimana atau bisa juga ketuker. Njel, minjem kaos kaki donk,” kataku
                “Hmm, ya deh,” keluh Angela.
                “Kamu kan biasa minjem sepatu sama aku, masa aku minjem kaos kaki aja repot banget,” kataku.
                Nggak sampai disitu aja, pagi itu bener-bener acaranya kacau.
                Rossalie sama aku aja sampe bingung mbedain sepatu kita, tapi untungnya punyaku beli baru jadi ya yang lebih kotor punya Rossalie. Hehehee.

SPLASH WATER...
                Hmm,, seperti biasa mumpung ada gratisan internet, aku buka Facebook nih pagi-pagi, siapa tau ada yang ulangtahun. Widih,,, beneran ternyata ada yang lagi ulangtahun, dia itu si Angela.
                Sepulang sekolah, sidang dimulai di kamar mbak Anisa, jadi rencananya kita mau kasih surprise buat dia.
                “Hari ini ada yang lagi nyuci baju nggak?” tanya mbak Anisa.
                “Aku,” jawab Rossalie.
                “Nanti air bekas cucinya jangan dibuang dulu buat kejutan Angela. Terus nanti siapin air bersih dari dalam kamar mandi. Waktu Angela lewat depan kamar mandi, Rossalie siap-siap di belakang tembok buat nyiram Angela, terus mbak Ema nanti dari dalem kamar mandi keluar langsung di siramin ke Angela. Gimana menurut kalian?” usul mbak Ana.
                “Bakalan seru tuh,” jawab Rossalie.
                Habis itu, kita keluar dari kamar. Rossalie langsung nyuci bajunya biar airnya bisa dipake buat hadiahnya Angela. Hihihiii.. usil banget sih senior kita.
                Okey, time for ready. Angela udah kelihatan keluar kamar.
                “Mau mandi ya?” tanyaku.
                “Iya nih, gerah banget. Kamu udah mandi?” tanya Angela.
                “Udah. Baru aja selesai,” jawabku.
                “Yang habis nyuci siapa sih? Kok airnya nggak dibuang?” tanya Angela.
                “Tuh, si Rossalie habis nyuci katanya sih nanti aja sekalian,” kataku sambil sedikit senyum.
                Kayaknya Angela nggak paham maksud kata “Sekalian” yang tadi aku ucapin, ya maklumlah dia baru aja bangun tidur. Dan saat Angela ngambil handuk, kita semua siap-siap di posisi masing-masing.
                Beberapa saat kemudian setelah Angela melewati kamar mandi langsung “Byurrrrrr...” wow ternyata berhasil dan lagi “Byurrrrrrrrrr...” perfect.
                “Hwaaaaaa!! Apa-apaan nih?” tanya Angela.
                “Happy Birthday Angela!!” teriak kita semua.
                “Oh My God. Makasih ya, tapi nggak usah pake acara siraman kayak gini kali? Yang wajar aja gitu,” kata Angela.
                “Ini kan kejutan paling wajar, kalo mau yang nggak wajar juga ada nanti kita siapin telor sama tepung deh tahun depan buat kamu, gimana?” ledek mbak Ema.
                “Nggak deh makasih. Ini udah cukup kok. Duh, jadi ngerepotin kalian nih, berapa jam tadi rapatnya?” ledek Angela.
                Perasaan yang repot tuh Angela deh, kita sih santai aja malah nggak rugi bisa dibilang kita dapet kepuasan tersendiri apalagi yang punya rencana pasti hatinya bermekaran tuh.
                “Kita nggak ngerasa direpotin kok, kita malah seneng karena kamu juga kelihatan seneng,” kata mbak Ana.
                Aduh, mbaknya ini pinter banget sih milih kalimat yang membuat hati Angela “Seneng” alias Syok mungkin hahahaha.
                “Tapi maaf ya, harusnya tadi kita nyiram kamu waktu kamu keluar habis mandi nanti,” ledek Rossalie.
                “Oh, ya ampun kalian kok baik banget sih sama aku. Kayak gini udah perfect lho, hahahahaa,” kata Angela.
                Kita pun akhirnya ikut tertawa bersama Angela. Namun kita nggak pernah saling benci soalnya kita udah kayak saudara gitu.
                Paginya, aku nggak ngelihat Angela di kamarnya, kemana ya ini anak? Terus aku langsung tanya sama ibu kos. Ternyata semalem Angela badannya anget dan bersin-bersin. Habis itu di bawa sama bapak kos ke rumah sakit sekitar subuh tadi.
                “Duarrr..” suara hatiku syok setelah mendengar itu. Aku langsung ngabari semuanya tentang apa yang udah terjadi sama Angela.
                “Apa? Jadi sekarang dia lagi di rumah sakit?” kata Rossalie.
                “Semoga aja sih dia cuma ringan aja sakitnya,” kataku
                “Gara-gara semalem kita siram kali ya? Sekarang dia jadi kayak gini?” kata mbak Dini.
                “Aduh, berarti nanti pulang sekolah kita jenguk dia di rumah sakit, jadi nggak enak aku. Kan aku yang udah ngrencanain semua,” kata mbak Ana.
                “Udahlah, dulu belum pernah ada yang sampai sakit gini lho,” kata mbak Anisa.
                Lalu, sepulang sekolah kita bareng-bareng ke rumah sakit buat jenguk sekaligus minta maaf ke Angela. Dan mulai hari itu kami mungkin nggak akan ngasih surprise berupa splash water lagi. Tapi, karena itu udah kayak tradisi turun temurun, semuanya kena siram deh. Yah, mungkin karena Angela memang lagi sakit jadi dia tambah sakit gara-gara kita siram. Hihihii.

NGGAK BOLEH PULANG LARUT MALAM
                Jadi, ada peraturan kalau kita jangan pulang kemaleman, kalau mau pulang malem harus ijin dulu biar pintu rumah nggak dikunci, kalau misal udah terlanjur dikunci ya lewatnya ruang tamu deh.   Aku sih, kalau keluar lama paling kalau ada jadwal les tok. Dan itu nggak lama cuma 1,5 jam. Mulainya habis maghrib paling pulangnya jam 8.
                Kalau si Angela, dia biasanya les jam 3. Sebenernya sih dia bisa pulang dulu, tapi dia nggak pulang dulu dari sekolah dia langsung berangkat les tapi main ke tempat temennya dulu katanya sih biar nggak capek. Nah pulangnya itu kadang sampe jam 5 atau setengah enam, soalnya dia harus nunggu bis dulu, jadi kadang juga ditanyain dikiranya pacaran dulu, padahal aku juga nggak tau sih. Tapi herannya dia kok nggak mau bilang kalau dia langsung les tapi ketemennya dulu baru mulai les jam 3 pulangnya setengah 5 gitu. Terus nunggu bis dulu, ah bingung aku jadinya. Biasanya kalau pulang malam, disaranin sama bu kos buat bareng temen aja daripada pulang sendirian malem-malem. Itu aja khusus buat kegiatan yang penting kayak les atau ada pertemuan sama keluarga. Kalau main sih udah jelas nggak boleh, kecuali  bikin tugas.
                Dulu aku juga sempet ditanya kenapa lesnya malem, ya aku bilang aja karena aku telat masuk jadi dapetnya yang malem deh, dan semenjak aku ikut les, nilai matematika ku jadi turun karena aku kurang latihan soal. Kenapa bisa gitu karena aku bisa ngerjainnya malem, kalau siang aku ada ekstrakurikuler, jadi sekarang aku jarang latihan soal yang mengakibatkan nilai ku turun.   

KESAN PESAN
                Walaupun gitu, senengnya kos itu kita bisa belajar bareng soalnya ada temen, ada kakak kelas yang lebih pinter, bisa berbagi informasi tentang sekolah, tentang tempat-tempat yang bagus di kota ini, dan kita juga sering jalan-jalan bareng kalau ada senggang waktu dan hari Minggu kalau nggak pulang ke rumah, dan makannya pun kita udah disiapin jadi kita itu nggak banyak pikiran kita diharapkan bisa fokus sama study kita, dan kita juga bisa belajar menghargai sesama kita dan bisa menghargai waktu soalnya kita kan mandiri jadi kita harus bisa memanfaatkan waktu kita seefektif mungkin. Hanya malesnya itu kalau buat aku sih misalnya kosnya nggak sediain makan, ya jarang banget sih yang langsung dikasih makan pinter-pinter kita aja cari tempat kos yang deket warung makan sama sekolah. Selain itu juga kalau misalnya ada temen yang nyebelin, terus kalau mau pulang tuh bawanya banyak soalnya sekalian bawa buat hari besoknya, nah di hari besoknya bisa lebih banyak lagi. Kenapa bisa gitu soalnya pasti mbawa barang baru lagi entah itu baju atau snack atau apapun.
               
                 Bagi yang males nyuci biasanya lebih berat lagi soalnya dia pulang bawa baju kotor, berangkat bawa baju bersih. Dah kayak mau pindahan deh atau bisa dibilang mau camping. Sebenernya bisa aja sih kalau dia laundry, tapi bagi anak yang ngirit sih lebih enak nyuci sendiri jadi tau udah bersih apa masih kotornya juga dia sendiri yang tau.